Minggu, 30 November 2008

EPISODE MENJELANG MALAM
Oleh: Dwiha

“ Pada masa ini seharusnya perkawinan antara kulit hitam dan kulit putih tak lagi jadi masalah!” Luc berkomentar.
“ Kau bicara itu lagi padahal kau sangat tahu mengapa aku tak mungkin menikahimu.” Sahut Cleo jengkel.
“ Perasaan? Muasal kultural? Penyakit? Atau Si Jones Tua itu? ” Sindir Luc.
“ Cukup!!! Sampai di sini saja karena ternyata kau terlalu cerewet dan tak pernah bisa mendengar!” Cleo marah.
Cleo meninggalkan bangku taman menuju pinggiran danau dan memilih mengakhiri pembicaraan dengan Luc. Di hadapannya Luc senantiasa menjadi anak kecil yang bandel dan selalu butuh disuapi meskipun dalam perkara-perkara kecil. Cleo menyayangi Luc tidak untuk meracuninya. Jika Luc tidak bisa memandang secara dewasa maka perhatian dan kepedulian Cleo bisa saja berubah racun yang lama kelamaan membuatnya mandul kemandirian, pesimistik, dan putus asa pada tahap berikutnya. Dan hal itu tentu akan lebih merepotkan daripada keinginan Luc menikahinya saat ini.
Cleo perempuan modern yang idealis dan konsisten pada setiap komitmen. Selain karena ia adalah psikiater Luc dalam hal pengendalian emosi, semua ini tak lain dikarenakan masalah perasaan. Cleo perempuan yang menjunjung tinggi kemerdekaan perasaan dan pikiran sebagai capaian kualitas eksistensinya. Luc di hadapannya hanya menjadi psikopat kecil yang butuh sedikit terapi untuk tetap yakin pada dirinya sendiri.

Cleo menyelonjorkan kakinya yang panjang dan putih di rerumputan. Pening di kepalanya begitu tajam menusuk. Keringat dingin membasahi dahinya yang licin. Diciumnya kedua belah lututnya beberapa saat sambil menarik nafas dan menyimpannya pada perut. Orang yang tidak terlatih akan sulit menarik nafas dengan posisi demikian. Ia menghembuskan nafasnya perlahan-lahan, menghemat dengan cermat seakan itu adalah nafas terakhir yang memenuhi rongga di paru-parunya.
Pada dasarnya Luc laki-laki yang baik. Kesalahan Luc saat ini bukan karena ia seorang kulit hitam dari Zimbabwe melainkan adalah karena Luc sangat mencintai dirinya. Pernah pada suatu kali, sehabis Luc berolah raga di klub Simon, Luc segera mengelap keringatnya dengan sebuah handuk. Lalu ia menyuruh Cleo menghirup bau keringat yang menempel di handuk tersebut.
“ Kau merasa muak?” Luc bertanya separo menyelidik separo berharap.
“ Tidak. Baunya maskulin dan terasa menenangkan.”Cleo menjawab. Seketika wajah Luc berbinar.
“ Nah, kau tak lagi bisa mengelak.”
“ Mengelak?” Cleo keheranan.
“ Hormon di tubuhmu cocok, lebih tepatnya mengharapkan hormon dari tubuhku untuk melengkapinya.” Terang Luc dengan girang yang sengaja ditunjukkan.
“ Apa maksudmu?” Tanya Cleo sembari meraba maksud Luc sebenarnya.
“ Kau yang ahli psikologi.”cibir Luc.
“ Maaf, Tuan Luc Zeepard, saya ahli psikologi yang tidak menangani soal hormon.” Cleo kesal.
“ Maaf, Nona Cleopatra Allington, saya anjurkan mulai sekarang agar seorang psikolog mempelajari perkara hormonal, karena dari beberapa jurnal yang saya baca menyebutkan bahwa tindakan-tindakan emotif sangat dipengaruhi oleh kondisi hormonal dalam tubuh. Jadi mengapa saya mencintai Anda itu bukan semata-mata karena ketertarikan fisik luar namun lebih dikarenakan tarik menarik hormon-hormon dalam tubuh kita.” Luc menjelaskan dengan gaya yang dibikin elegan.
“ Jangan kau pikir aku tak paham cara kerja toxic itu!” Cleo tersinggung.
“ Aku tak pernah meragukan kualitas intelektualmu. Nah, jika setelah menikahiku kita punya keturunan maka bayi kita memiliki hormon yang lengkap. “
“ Sebaiknya kau tahu, Luc, bahwa manusia melahirkan keturunan yang selalu lebih baik daripada generasi sebelumnya.” Komentar Cleo datar.
“ Dan itu karena bergabungnya hormon yang menyempurnakan.” Luc tak mau kalah berargumen.
“ Terserah apa katamu, Mr. Hormon. Tapi kurasa kau telah membubuhkan minyak dan rempah-rempah aroma terapi untuk merayuku dengan bau tubuhmu, dan yang lebih menjengkelkan adalah kau telah menghabiskan sepuluh menit waktu istirahatku.” tuduh Cleo.
“ Jangan kasar begitu, Cleo. Silahkan beristirahat, tapi kujamin lebih dari separo waktumu dalam sehari ini kau akan merindukan bau keringatku.” Luc mengakhiri pembicaraan dengan keyakinan yang berlebihan.


Percakapan itu masih segar dalam ingatan Cleo. Pada waktu itu, ia mengusir Luc bukan karena benar-benar ingin istirahat melainkan online jurnal-jurnal penelitian terbaru mengenai hubungan antara sikap emotif dan kondisi hormonal. Dan benar adanya apa yang dikatakan oleh Luc. Hal pertama yang memunculkan ketertarikan pada lawan jenis bukan dari pandangan mata, namun dari bau yang keluar dari tubuhnya. Sensor penciuman akan menangkap bau secara cepat, mengirimkannya ke susunan-susunan neuron yang sangat rumit di otak, jika hormon dalam tubuh lawan jenis cocok dan saling melengkapi, maka bagian otak tertentu akan memberikan sinyal-sinyal ketertarikan yang biasa disebut dengan jatuh cinta. Waktu itu, Cleo menutup komputernya dengan meresapi bau keringat Luc dalam memorinya dan senyum mengembang di bibir.
Pernah juga, pada suatu pagi, Luc mengetuk pintu rumah Cleo. Cleo membuka pintu dan agak terkejut mendapati Luc dalam kondisi setengah mabuk.
“ Miss Allington, bersediakah kau bercinta denganku?”
“ Kau sedang mabuk dan tentunya kau belum membaca jurnal pagi ini, Luc.” tegur Cleo. Luc menggeleng. Kemudian Cleo menjelaskan dengan penekanan tertentu pada beberapa pernyataan.
“ Profesor Grace menganjurkan agar kita bercinta dengan orang yang benar-benar kita cintai saja. Karena pada waktu bercinta otak kita mengeluarkan semacam zat toxid yang akan mempererat hubungan dan komitmen, serta memunculkan perasaan saling mencintai yang lebih kuat dari sebelumnya. Dan jika tidak berdasarkan cinta, akibatnya mengerikan, yaitu sikap-sikap emotif yang negatif. Depresi, pemarah, pemalu, penyendiri, dan sebagainya, dan itu akan sangat mengganggu perkembangan kepribadianmu.”
“ Cleo…,”
“ Sudahlah. Pulanglah dan segera bersihkan tubuhmu. Simak kata-kataku tadi. Itu bahan kita terapi hari ini.” Cleo menutup pintu.
Cleo menarik kepalanya ke belakang. Meski sekuat tenaga ia mencoba untuk tenang, namun masih saja tersisa risau yang tersimpan begitu dalam. Ia melirik ke bangku taman beberapa meter dari tempatnya menyelonjor kaki saat ini, Luc masih terpaku. Laki-laki itu selalu berpikir Cleo menolak cintanya karena ia berkulit hitam. Luc selalu membawa-bawa warna kulit dalam setiap persoalan.. Perkiraan itu diperkuat ketika akhir-akhir ini Cleo dekat dengan seorang kulit putih, dokter ahli dari Swiss. Luc cemburu tapi ia tidak punya jalan untuk mengungkapkan.
Demi kepentingan semua pihak, Cleo memanfaatkan kedekataanya dengan dr. Jones untuk mengelabuhi Luc. Taktik Cleo memang jitu. Sejak ia selalu terlihat bersama dr. Jones, Luc menjauhinya. Ia tidak datang lagi untuk konsultasi. Setiap kali berpapasan muka secara kebetulan, Cleo sengaja menunjukkan sikap mesra pada dr. Jones sehingga Luc mengumpat dan berkata jorok padanya. Cleo tersinggung ketika Luc menyebutnya hostes bayaran yang diskriminatif dan rasial, tapi ia tak bisa marah sebab yang muncul dalam hatinya justru perasaan kasihan yang amat sangat. Luc bersikap tak senonoh padanya karena itu merupakan satu-satunya kekuatan yang masih tersisa untuk membuatnya berdiri tegak. Sebagai terapis Luc, Cleo sangat menyadari bahwa titik terlemah Luc ialah pada saat ia jatuh cinta dan pada saat ia cemburu. Dan saat ini, Luc diserang keduanya.
“ Cleo, kuantar kau pulang. “ dr. Jones tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Cleo dan mengulurkan tangan. Cleo mengerahkan seluruh daya upayanya untuk bangkit. Dr. Jones meraih tubuhnya dan memapahnya keluar taman. Luc menatap mereka dari tempatnya. Sorot matanya penuh rasa benci dan sakit hati.

*****

Cleo menelan beberapa pil berwarna coklat kemerahan ketika dr. Jones datang.
“ Cleo…,” suara dr. Jones tertahan.
“ Apa yang bisa kulakukan untuk membuatmu bahagia?” lanjutnya parau. Cleo tersenyum.
“ Dokter, mendung sudah lama datang dan saya juga sudah siap menyambut malam. Berapa lama lagi kesempatan saya, dr Jones?”
“ Sudah hampir rata menutupi paru-paru.” Dr.Jones menjawab dengan jengah.
“ Berapa lama lagi, dr Jones?” Cleo mengulangi pertanyaannya.
“ Delapan sampai sepuluh hari.” dr.Jones menjawab. Cleo tercekat, tersedak nafasnya sendiri. Sama sekali tidak terpikir olehnya akan secepat ini. Meski ia merasa sudah mempersiapkan diri, vonis itu tetap saja mengundang galau. Muncul bayangan Luc di kepalanya. Luc yang marah, Luc yang cemburu, Luc yang menyenangkan, Luc yang menjengkelkan, Luc yang putus asa. Luc yang mencintainya, Luc yang ingin menikahinya, Luc yang…,Luc…,Luc…..eeeeaaarrrggghhh…pekiknya tertelan.
“ Dr. Jones, kau punya rokok?” Tanya Cleo mencoba memecah gelisah. Serapat apapun Cleo menyimpan risaunya, dr. Jones mengetahui. Ia terbiasa menghadapi pasien yang berada di ujung maut. Bedanya, kali ini ia menghadapi perempuan yang berupaya tegar dalam kondisi sekarat. Cleo terlambat menyadari ada yang tidak beres dalam perutnya dan kanker itu menyebar tanpa bisa dikendalikan. Dari awal mula pemeriksaan Cleo bersikeras mengetahui setiap mili perkembangan makhluk ganas yang mengeram dalam perutnya. Cleo mencoba menghadapi maut dengan caranya sendiri.
“ Aku punya permen rasa jahe kalau kau mau. Hangat di tenggorokan dan di perut.” Dr Jones menawarkan.
“ Baiklah, kurasa permen jahe hal yang baik juga.” jawabnya dengan senyum kecut yang jarang mengembang di hadapan dr. Jones. Dr. Jones merogoh kantongnya, kemudian mengulurkan beberapa buah permen jahe kepada Cleo.
“ Terima kasih, dr. Jones. Aku merasa lebih baik.” ucapnya sembari mengunyah sebuah permen jahe di mulutnya.
“ Kau mau tidur? Biar kumatikan TV nya.” Dr Jones berdiri hendak mematikan televisi.
“ Dr. Jones…,” panggil Cleo pelan.
“Ya. “ dr. Jones menyahut ragu. Pandangan teduhnya menyapu wajah pasi Cleo.
“ Kau akan selalu menemaniku?” Cleo bertanya.
“Ya. “ dr. jones mengangguk.
“ Meski aku tak bisa berkata-kata lagi?” Cleo pesimis.
“Meski kau tak bisa berkata-kata lagi.” Dr.Jones menjawab pasti.
“ Aku ingin menyampaikan sesuatu. “ ungkap Cleo
“ Aku ada di sini.” dr. Jones siap mendengar.
“ Luc.” Sebut Cleo.
“ Itu yang membuatmu tidak tenang?”
“ Aku punya tanggung jawab tersendiri karena aku adalah psikiaternya. Aku kasihan padanya. Sudah kubilang aku sakit. Aku melarangnya jatuh cinta padaku tapi ia tak mau dengar. Saat ini kurasa ia sedang berjuang untuk berkompromi dengan perasaannya sendiri agar tak cemburu padamu.” jelas Cleo.
“ Tampaknya ia laki-laki yang baik.”
“ Memang. Dan aku tak ingin menyurukkannya pada kepedihan. Ia sulit pulih dalam hal emosional.”
“ Apa yang kau ingin aku lakukan?” Tanya dr. Jones hati-hati.
“ Seperti Global warming. Hati dan pikiran Luc sudah terkena radiasi dari impuls-impuls negatif yang ia ciptakan sendiri. Egonya ingin mendapatkan cintaku dan id tidak bisa memenuhi kebutuhan itu. Superegonya tidak berperan baik menengahi kesenjangan tersebut. Aku khawatir ia frustrasi. Dan saat ini bisa kupastikan bahwa ia sedang frustrasi. Pada tahap awal, frustrasi bisa dikendalikan jika superego sanggup melakukan peranannya.”
“Global warming.” gumam dr. Jones memikirkan hubungan hal-hal tersebut.
“ Di Kutub, meskipun suhu naik setengah derajat Farenheit saja selama satu abad, itu sudah sanggup membunuh jutaan plakton yang merupakan sumber makanan biota laut dan juga banyak Beruang Kutub mati tenggelam.”
“ Maksudmu Luc seperti Kutub yang sensitif? Perselisihan-perselisihan kecil antara ego, id, dan superego akan membahayakan jiwa Luc?”
“ Masalahnya adalah Luc tidak pernah mau dewasa, aku khawatir setelah panas yang tak terhingga setelahnya adalah dingin dan beku yang tak terhingga.”
“ Siklus.” sahut dr. Jones,
“ Aku hanya bisa berharap padamu, dr. Jones.” Cleo mengiba. Setelah sejenak terdiam, dr. Jones memandang Cleo dengan seulas senyuman.
“ Baiklah. Tapi kau harus menyadari aku tak mampu berperan sebagai Tuhan.” Ungkap dr.Jones.
“ Terima kasih, dr. Jones!” balas Cleo lega.

*****

Tiga hari setelah Cleo meminta dr. Jones untuk membuat Luc mengerti kondisinya, Cleo sudah tidak bisa lagi menggerakkan lidahnya untuk berbicara. Cleo bernafas dengan bantuan selang-selang yang dililitkan pada alat pernafasan. Adalah sebuah keajaiban jika Cleo masih bisa melihat dan mendengar dengan jelas pada fase penyakitnya saat ini.
Semenjak Cleo tidak lagi sanggup berbicara, dr. Jones menjadi jarang mengunjunginya. Cleo kecewa karena dr. Jones tidak menepati janji. Dr. Jones digantikan dokter ahli lain untuk menangani kasus Cleo. Tanpa dr. Jones, Cleo merasa dirinya hampa. Dr. Jones sudah seperti ayahnya sendiri dan tentunya hanya dr. Jones lah yang sanggup memberinya keterangan mengenai Luc. Cleo tak bisa menanyakan keberadaan dr.Jones dengan suara, tubuhnya juga sudah sulit digerakkan karena ia tak lagi punya daya upaya. Satu-satunya jalan ialah dengan ekspresi wajah dan bola matanya. Namun sayang, dokter baru yang menanganinya tidak peduli pada ekspresinya, begitu pula para perawat. Di benak mereka hanya terpikir bahwa Cleo sekarat dan wajahnya semakin pucat saja.
Cleo menggerutu dalam hati, seandainya ia bisa menyumpahi dokter ahli itu ia akan mengumpat sejadi-jadinya. Bagaimana mungkin dia mendapat gelar dokter ahli jika tidak peka pada reaksi-reaksi psikologis pasiennya. Tapi ketika Cleo hendak menuding-nuding hidung pengganti dr. Jones itu, ia terhempas pada kesadarannya sendiri bahwa ia sedang sekarat.
Dua orang petugas perawat di kamar Cleo sedang membenahi selimut Cleo yang lecek tak teratur ketika Pengganti dr. Jones masuk.
“ Pasien ini rupanya yang membawa petaka bagi dr. Jones.” geramnya.
“ Cleopatra Allington?” selidik perawat.
“ Siapa lagi. Belakangan dr. Jones sibuk mengunjungi seorang pemuda bernama Luc Zeepard yang nota bene adalah kekasih Cleopatra Allington. Ketika pemuda itu bunuh diri, polisi menangkap dr. Jones untuk penyidikan. Dr. Jones dicurigai menjadi penyebab kematian Luc. Bisa kau bayangkan? Sudah sekarat masih juga bikin masalah. “ Gerutunya,
” Bagaimana denyut jantungnya?”Tanya si dokter kemudian.
“ Normal.” Sahut Perawat sambil mengamati monitor. Namun mendadak muncul dengingan aneh dari alat tersebut. Para perawat dan Pengganti dr. Jones terkejut. Di tatapnya lama-lama garis-garis segitiga yang turun naik agak tak beraturan. Ia menjadi ragu dengan jawabannya barusan.
“ Dokter….” Panggilnya ragu
“ Denyut jantungnya melemah,… nyaris…, Dok, tak ada denyut!!” Perawat panik.
“ Beri kejutan!” Pengganti dr.Jones merespon dengan cepat.
Beberapa kali alat pacu jantung menempel di dada Cleo. Sia-sia. Garis di monitor lurus dan berdenging. Wajah Cleo tampak tegang dan shock. Ia benar-benar tidak berharap Luc bunuh diri dan ia menyesal dr. Jones terlibat dalam semua ini. Cleo diliputi rasa bersalah. Seandainya ia tak harus terbaring di Rumah Sakit, ia pasti bisa mencegah Luc. Tapi sekali lagi Cleo harus terhempas dan pasrah. Lalu ia berhenti bernafas. Lalu tak berdetak. Lalu sama sekali tak ada detak. Tak ada lagi detak di jantung Cleo. Cleo mungkin bunuh diri dengan memilih mati. Tak ada pilihan. Ia terus berusaha menjaga pikiran dan perasaannya untuk tetap hidup demi Luc. Luc bunuh diri. Tanpa pembelaannya, dr. Jones mungkin juga akan masuk penjara. Lantas, apa yang bisa diperbuatnya selain mati? Ya, mati. Maka, Cleo mengikhlaskan pikiran dan perasaannya untuk mati bersama tubuhnya. Lalu hening. Hanya terdengar desah nafas memburu yang pelen-pelan diatur dan kembali normal dari Pengganti dr. Jones dan dua orang perawat. Detak jantung mereka yang seakan dipacu panik juga berangsur-angsur ke ukuran normal 75 kali per menit. Mereka sudah berpengalaman menghadapi nyawa yang melayang.
“ Kita sudah berusaha.” Kata Pengganti dr.Jones datar.
“ Aku akan menghubungi keluarganya.” kata salah seorang perawat
“ Apa kau pikir karena perkataanku mengenai dr. Jones dan Luc Zeepard tadi?” tanyanya pada perawat yang lain.
“ Entahlah, dok.” jawab si Perawat acuh sambil menarik selimut menutup wajah pucat Cleopatra Allington.

*****Solo, 10-11 Desember 2007

Tidak ada komentar: